Sabtu, 31 Mei 2008

Tuhan aku lapar

Seharian aku berjalan menyusuri jalan yang panas di bawah terik mentari dan berdebu sambil berangan-angan mendapatkan sesuap nasi dan segelas air walupun hanya segelas air putih tak masalah yang penting dapat membasahi kerongkongan ku yang kering hingga untuk menelan ludah sendiri saja sulit,” mengapa orang –orang memicingkan aku”gumamku “aku memang pengamen yang berpakaian kumal hingga orang pun tak memandangku”

Dengan gitar dipundakku aku berjalan menuruti kemana langkahku akan berhenti, tak seorangpun yang mau menyapaku “ tak ada orang yang menawariku segelas air” hmm lagi-lagi aku mengeluh, mengapa aku seperti ini TUHAN tak layakkah aku hidup seperti yang lain, mau makan tinggal ambil, mau minum, aku tinggal menuangkan dalam gelas,tidak harus susah payah, hanya untuk makan dan minum saja akua harus menggendong gitar di pundakku. “ya gitar yang sudah lapuk dan pinggirnya sudah digrigiti rayap, sedangkan senarnya harus distam tiap habis dipakai ngamen”mau cari kerja yang lebih baik aku ini siapa?aku hanya seorang yang sekolah dasar saja tidak kelar,bahkan waktu aku kecil dimana teman-temanku bermain di tanah lapang aku harus mengambil batu dari kali untuk dijual sekedar untuk makan saja” kini 20 tahun sudah aku arungi hidup ini tanpa kesenangan sekalipun.

Kuhirup napas dalam-dalam mungkin ini sudah jalan hidupku dan aku harus terima sebagaita kdirku

Kulihat ada pohon rindang diujung lapangan kusandarkan tubuhku yang gerah bermandikan peluh dibawah pohon itu kuletakkan gitar tua ku di samping tubuhku

“ andai aku jadi orang kaya tak usah ngamen”kuajak bicara gitar tuaku

“ia pun tak menjawab dan seolah –olah meledekku,karena gitarku pun tak pernah kurawat”

Tak sekian lama, tiba-tiba mataku mengantuk dan akupun tidur dibawah pohon rindang diujung lapangan.

tak berapa lama aku sudah berada dalam istana yang besar yang megah yang tak pernah aku temui sebelumnya

“ besar nian rumah ini,aku berada dimana?”heranku

“ sungguh indah rumah ini, lantainya saja terbuat dari batu pualam yang harganya pastimilyaran nih” tak henti sampai disitu saja heranku, aku di kejutkan lagi dengan adanya bermacam jenis makanan yang ada di atas meja makan “wow, pasti yang punya rumah adalah orang yang kaya”diam-diam air liurku menetes dan “krucuk-krucuk”perutku mulai rewel.

Aku langsung menuju meja makan yang penuh dengan bermacam-macam makanan dan minuman

“santap habis” aku bagai raja di raja saat itu, semua makanan aku santap tanpa sisa”kenyang-kenyang sampai aku tak bisa berdiri”

“aduh ada sisa makanan yang nyangkut dimulutku”aku ambil segelas air putih lalu aku minum.

Karena tergesa-gesa air itu membasahi bajuku, saat itu jua aku terbangun dengan baju yang sudah basah kuyub.

“akupun tersentak kaget ternyata turun hujan” gumamku ,kenapa tidajk ada yang membangunkanku

Malam itu langit tampak tak bersahabat “ gelap gelegar halilintar menyambar seolah membidik aku yang sendirian”

“kuraba-raba tempat aku meletakkan gitarku”

“dimana gitarku?”kuraba-raba “gak ada, sialaan,siapa pula yang mau mengambilgitar tua ku?’

Lengkap sudah penderitaan ku

Dari pagi belum terisis perut ini, e malah satu-satunya alat untuk mencari makan lari entah kemana?

Sungguh sial nasib hidupku ini.

Udara makin dingin bak di dalam es, ku peluk erat tubuhku sendiri untuk mengusir rasa dingin .

Tanpa perut terisii sejak dari tadi pagi, ini pasti akan menjadi malam yang bterpanjang yang aku alami.

Hujan seolah-olah dimuntahkan dari mulut langit yang luas, tak mau berhenti bahkan semakin menjadi-jdi

Ku eratkan tangan kananku dibawah ketiak kiriku begitu sebaliknya sekedar mengusir dingin ini.

Akan tetapi perut ini trus berbunyi tiada henti seperti orchestra dangdut, sahut menyahut.

“apa yang haurs aku lakukan” pikirku

“eh perut mengapa kau tak diam”

“ingin rasanya aku mengetuk pintu salah satu penduduk dikota ini ,tapi apakah mereka mau perduli dengan seorang gembel seperti ini”

“ belum lagi aku ketuk, pasti aku sudah diusir si cecunguk yang jaga pagar”

“ itu pun mending, kalau aku diteriaki maling” pasti mati aku dihajrnya” pikirku

Tapi perut ini tak mau mengerti keadaan ku” perut-perut tetaplah perut yang lapar harus diisi bila kosong blong.

Tanpa terasa mala semakin larut udara, bersembunyi dibawah ketiak pun tak mampu untuk mengusir dinginnya udara.

“ oh TUHAN apakah aku harus mati hanya perut belum diisi”

“ dimana pimpinan negara ini yang membiarkan rakyatnya mati karean lapar”

“oh TUHAN aku lapar” pintaku padaNYA

Akan tetpi TUHAN pun seolah tidak mau tahu,seolah IA sibuk dengan malaikatnya.

TUHAN pun tak mau mgurusi si pengamen ini.

“ dinginnya udara telah berlalu bersamaan dengan terpejamnya mataku

Gelap gelap dan semakin gelap apakah aku mati,tapi tidak mungkin.

Mentari pagi selah malu menampakkan panasnya.

Tapi tubuhku melayang-layang diudara, aku melihat sesosok tubuh yabg telah dikerumuni orang banyak.

Ingin rasanya aku mengintip tubuh siapa yang tergeleak di emperan supermarket. Tapi tubuhku semakin membumbung tinggi tinggi dan semakin tinggi sampai-sampai orang yang di bawahku kelihatan kecil bagia semut-semut kecil yang menggigitku tadi siang.

Tapi samar-samar aku mendengar orang-orang dibawahku menyebut-nyebut orang yang berada di emperan supermarket itu adalah pengamen yang tadi siang tidur di bawah pohon rindang di ujung lapangan.

Seoalh tak percaya, itu aku yang mereka sebut

Karean aku tadi yang tidur di bawah pohon rindang di ujung lapangan.

“ aku telah mati………………..”

“ aku telah mati …………………”

Teriakku tapi tak ada yang dengar.

“ ya aku telah mati hanya karena perut tak terisi”

Tragis ya memang tragis

Sungguh

“ terimalah aku tuhan”

Nur Rokhim

11 juni 2007 dalm lindungan NYA

Tidak ada komentar: