Minggu, 20 Juli 2008

Pendidikan Vs Reality Show

Oleh : Nur Rokhim

Kader PMII Solo

Arus globalisasi telah menyentuh berbagai sendi kehidupan manusia di dunia. Cepatnya arus globalisasi menurut William K.Tabb (2003) mampu membentuk rezim perdagangan dan keuangan dunia serta mendefinisikan ulang kesadaran pada tingkat yang paling dekat dan lokal, mempengaruhi bagaimana orang memandang dirinya, ruang gerak anak-anak mereka dan entitas mereka sehingga mengalami perubahan akibat kekuatan globalisasi ini. Krisis multidimensional di Indonesia telah menggiring kehidupan masyarakat Indonesia dalam ranah-ranah pragmatis dan ironisnya, untuk memperoleh itu semua masyarakat kita terjebak dalam tatanan global yang dinamakan jalan pintas atau untuk memperolehnya dengan instan tanpa ada sebuah perjuangan.

Dampak globalisasi media ini membuka arus informasi semakin bebas dan cepat sehingga membuat benturan-benturan budaya di Indonesia dan luar negeri, yang notabene tak dikenal di Indonesia. Jadi kekhawatiran bangsa terasakan benar adanya ancaman, penaklukan, serbuan dan pelunturan nilai-nilai luhur dalam paham kebangsaan.

Imbasnya adalah makin maraknya reality show yang ditayangkan di hampir semua stasiun televisi swasta dimana pada acara tersebut menjanjikan kehidupan enak berlimpah materi dengan setting panggung yang menghebohkan dengan tujuan akan lahirnya seseorang artis yang bertalenta yang minimal laku di pasaran.

Ironinya, acara tersebut ditayangkan pada waktu jam dimana anak- anak sekolah diharuskan belajar yaitu pada pukul 19.00-21.00. Dan penayangannya pun hampir setiap hari. Bayangkan, 7 hari dalam seminggu anak-anak kita dihadapkan pada sebuah reality show yang hanya menjanjikan kesenangan sesaat dan menciptakan mimpi-mimpi semu. Sementara dunia pendidikan tak tersentuh sama sekali. Penulis mencatat setidaknya ada bebarapa reality show yang mengisi layar kaca televisi.

Judul Acara

Stasiun TV

Kondang-In

Indosiar

Akademi Fantasi Indosiar

Indosiar

Akademi Fantasi Indosiar Junior

Indosiar

StarDut

Indosiar

Mamamia Show

Indosiar

Supermama Seleb Concert

Indosiar

Superstar Show

Indosiar

Super Twins

Indonesia Next Star

Indosiar

Indosiar

Kontes Dangdut TPI

TPI

Cabe Rawit

TPI

Audisi Band Gelo

Dangdut Mania Dadakan

TPI

TPI

Popstars

Trans TV

Bintang Cari Bintang

Trans TV

Indonesian Idol

RCTI

Bintang Cilik

RCTI

Idola Cilik

RCTI

Dan mungkin akan bertambah lagi, semisal reality show yang bergenre social, asmara, kuis dsb. Bayangkan, setiap hari kita disuguhi acara –acara yang selain tidak memiliki efek menghibur sama sekali, malah cenderung membuat kita semakin terbuai dengan mimpi yang melambung.

Lantas apa yang harus dilakukan oleh Negara Indonesia yang saat ini masih dicap sebagai negara berkembang dalam mengatasi tranformasi media yang pada akhirnya akan merubah perilaku dan budaya manusia?

MEMAKSIMALKAN PERAN PENDIDIKAN

Dari tahun ketahun dunia pendikan Indonesia menunjukkan peningkatan secara kuantitatif. Pada tahun 1965 jumlah sekolah dasar (SD) sebanyak 53.233 dengan jumlah murid dan guru sebesar 11.577.943 dan 274.545 telah meningkat pesat menjadi 150.921 SD dan 25.667.578 murid serta 1.158.004 guru (Pusat Informatika, Balitbang Depdikbud, 1999). Jadi, dalam waktu sekitar 30 tahun jumlah SD naik sekitar 300%. Data tersebut belum untuk tingkat SMP dan SMA, dipastikan untuk tahun 2008 lebih dari itu. Sungguh hal yang patut disyukuri. Akan tetapi, peningkatan secara kuantitatif tidak diimbangi dengan peningkatan pendidikan secara kualitatif, sehingga muncul banyak ketimpangan-ketimpangan pendidikan di dalam masyarakat kita. Yang paling menonjol adalah: a) kualitas out put pendidikan dengan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan. Sering kita jumpai di dunia kerja seseorang bekerja akan tetapi lepas dari background pendidikannya, b) ketimpangan kualitas pendidikan di desa dan di kota, di luar Jawa dan Jawa, antara si miskin dan si kaya. Disamping itu juga muncul permasalahan-permasalahan terkait dunia pendidikan kita . Pertama, pendidikan cenderung menjadi sarana stratifikasi sosial. Kedua, pendidikan sistem persekolahan hanya mentransfer kepada peserta didik apa yang disebut the dead knowledge, yakni pengetahuan yang terlalu bersifat text-book sehingga bagaikan sudah diceraikan baik dari akar sumbernya maupun aplikasinya.

John C. Bock, dalam Education and Development: A Conflict Meaning (1992), mengidentifikasi peran pendidikan tersebut sebagai : a) memasyarakatkan ideologi dan nilai-nilai sosio-kultural bangsa, b) mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, dan mendorong perubahan sosial, dan c) untuk meratakan kesempatan dan pendapatan

Di Indonesia, pendidikan acap kali dijauhkan dari permasalahan-permasalahan realitas yang ada didalam kehidupan, murid-murid lebih dikenalkan pada penghapalan teoritis, bukan diajarkan bagaimana cara mempraktekkan pemecahan suatu problem, kegagalan pendidikan ketika murid-murid hanya dijadikan objek pendidikan yang tidak memiliki daya tawar menawar. Penekanan pada proses menghapal ketimbang melatih berpikir juga membentuk murid-murid lebih pada kesenangan bersikap dogmatis ketimbang kritis, manusia yang terbiasa menghapal adalah manusia mekanis dan itu sesungguhnya menjauhkan manusia pada proses eksistensialisnya, dimana proses penemuan eksistensi lebih mudah pada proses kegelisahan intelektual ketimbang kebekuan intelektual.

Perjelas Paradigma Pendidikan Indonesia untuk membentuk karakter bangsa

Pembaharuan dibidang pendidikan harus segera dilakukan, bila selama ini pendidikan hanya memfokuskan seorang guru sebagai pusat pendidikan (pedagogic) harus diganti dimana peserta didik sebagai pusat pendidikan dan pendidikan persekolahan nasioanal juga harus didasarkan pada paradigma peranan pendidikan dalam pembangunan nasional yang tepat, sesuai dengan realitas masyarakat dan kultur bangsa sendiri.

Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo mengatakan dalam lokakarya pendidikan di UPI (19/4/2005), paradigma sumber daya manusia tidak lagi relevan dipergunakan dalam bidang pendidikan. Menu-rutnya, yang sekarang menjadi acuan bagi dunia pendidikan adalah paradigma manusia seutuhnya. Terkait dengan perubahan peserta didik dijadikan sebagai subjek ada perubahan paradigma pendidikan dari pengajaran menjadi pembelajaran sehingga akhirnya output pendidikan akan tercipta ruang krativitas, enterpreunership yang pada akhirnya akan membentuk karakter bangsa yang mandiri. Pun sama yang diucapkan presiden Indonesia Susilo Bambamg Yudoyono bahwa pendidikan harus membentuk karakter bangsa, hal yang sama dan pernah dilakukan oleh Presiden RI Ir. Sukarno adalah pembangunan “character dan nation building”, namun pertanyaan selanjutnya adalah kenapa harus pendidikan? Diakui atau tidak pendidikan merupakan motor penggerak utama dalam perubahan peradaban manusia. Pendidikan merupakan proses berpikir secara sadar dan terencana mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat serta melatih cara-cara berpikir dengan metode yang disepakati dalam ranah ilmiah. Pada hakekatnya pendidikan bukan menciptakan manusia menjadi tahu dan terampil akan tetapi mampu untuk berpikir secara sistematis, bisa memilh mana yang baik dan buruk. Pada dasarnnya menciptakan manusia yang bermoral, secara idealisnya menciptakan manusia baru yang dapat memecahkan permasalahannya dengan berpikir, berbicara dan bertindak.

System pendidikan formal persekolahan juga harus lebih menekankan pada proses pembelajaran (learning) dari pada mengajar (teaching), 2) Pendidikan diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel; 3) Pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri, dan, 4) Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan. Pendidikan harus mempunyai system dua arah yang saling melengkapi. Artinya, pendidikan sebagai suatu proses tidak bisa dilepaskan dari perkembangan dan dinamika masyarakatnya. Dunia pendidikan senantiasa mengkaitkan proses pendidikan dengan masyarakatnya pada umumnya, dan dunia kerja pada khususnya. Keterkaitan ini memiliki arti bahwa prestasi peserta didik tidak hanya ditentukan oleh apa yang mereka lakukan di lingkungan sekolah, melainkan prestasi perserta didik juga ditentukan oleh apa yang mereka kerjakan di dunia kerja dan di masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain, pendidikan yang bersifat dua arah menekankan bahwa untuk mengembangkan pengetahuan umum dan spesifik harus melalui kombinasi yang strukturnya terpadu antara tempat kerja, pelatihan dan pendidikan formal sistem persekolahan.

Dengan kata lain pendidikan jangan hanya dipandang sebagai dunia tersendiri melainkan bagian dari keseluruhan yang ada di masyarakat, oleh karena itu proses pendidikan harus mempunyai keterakitan dan keseimbangan yang mendasar sebagai satu kesatuan dengan dunia kerja sehingga tercipta “right mens in the right jobs” benar adanya. Memandang pendidikan sebgai satu kesatuan merupakan langkah awal untuk menyelesaikan problematika yang ada di masyarakat.

Reality show merupakan problematika masyarakat, imbas dari globalisasi yang hanya berinterest terhadap perdagangan dan kapitalisme. Mengutip perkataan negarawan afrika selatan Nelson Mandela “ pendidikan merupakan senjata menaklukan dunia” . untuk itu peran masyarakat dan pemerintah sangat menentukan pembentukan karakter bangsa indonesia, apakah pendidikn ini akan dibawa untuk mengikuti arus globalisasi atau menentangnya?

Senin, 02 Juni 2008

ISLAM LIBERAL dan OTORITARIANISME AGAMA TANTANGAN BAGI PERSATUAN


Oleh:Nur Rokhim (KADER PMII KOTA SOLO)

A.PENDAHULUAN

Sejak dulu islam di indonesia atau di belahan bumi yang lain bukan lah islam yang monolitik. Islam sebenarnya penuh dengan warna-warni dan beragam. Islam di mekah pakai surban dan jubah, sedangkan di indonesia pakai sarung dan peci,tentu lagi lain di negara lain. Ini hanyalah metafor. Tapi dalam kenyataannya banyak sebagian umat islam mencari islam yang sama. Islam yang dikalimnya islam yang murni, islam yang sejati. Padahal sangat lah sulit bahkan cenderung mustahil menemukan islam yang murni. Dilihat dari sejarah lahirnya islam,di arab, islam lahir dengan proses adaptasi dan adopsi. Di indonesia pun demikian, islam sekarang merupakan akulturasi dari budaya-budaya lokal. Pencarian islam yang murni dan otentik hanya akan melahirkan penolakan radikal terhadap tradisi dan kemodernan yang akan melahirkan perpecahan dan penegasian narasi dari komonitasnya yang berbeda : sekular dan islam puritan.

Padahal saat yang sama berbagai macam persoalan yang melanda umat islam seperti gelombang yang datang bergemuruh, bertubi-tubi dan sangat kompleks. Tentunya bukan dengan pemikiran otentik yang dapat menghidupkan islam dalam kancah global, akan tetapi dengan adanya akullturasi-akulturasi atau persilangan budaya.

Itulah sebabnya islam sebagai nama kemudian berkembang dengan sederet adjektif, yang menckup sekian deret kepentingan dan tujuan. Salah satunya liberal. jadilah islam liberal.

Islam liberal hadir ingin menjadi salah salah satu gerakan yang mengambil inisiatif untuk melakukan proses penghidupan spirit islam dengan jalan penyadaran dan pembebasan yang dengan menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari stuktur sosial politik yang menindas. Islam liberal tidak hanya hadir sebagai pendulum yang membuka intellectual exercie,lebih dari itu,ia bercita-cita memainkan peran transforamatif etik dalam ruang sosial, budaya dan politik.

B. ISLAM LIBERAL

Islam liberal lahir bukan tanpa sebab. Setelah reformasi banyak bermunculan kelompok-kelompok islam, baik yang berupa partai politik ataupun yang berupa organisasi massa yang menjadikan islam sebagai agenda pokok dan sekaligus daya tarik umat islam. Kecenderungan dari kelompok-kelompok tersebut yaitu memolitisasi agama dan muncul isu kekerasan. Nah islam liberal ini diharapkan menjadi counter terhadap gerakan-gerakan islam fundamentalis, radikal dan eksterm yang muncul setelah reformasi tersebut.

Gerakan-gerakan tersebut perlu dilawan, bukan hanya sekedar pemahaman yang tekstual atau literal, harfiah dan memandang kelompoknya sebagai yang paling benar dan kelompok yang diluar dirinya sebagai kelompok yang salah, lebih dari itu, dalam kelompok ini sering kali islam dijadikan alasan pembenaran untuk tindak kekerasan.

Tanpa harus terjebak dalm istilah kata yang dipakai, jelas bahwa islam liberal mulanya dijadikan counter terhadap suatu gerakan yang disebutnya islam radikal. Sebagai sebuah gerakan yang kontra gerakan, islam liberal pun mempunyai gaya yang tak jauh berbeda dengan gerakan yan diklaimya radikal tersebut: provokatif, menggebu-gebu dan menyalak-nyalak, bedanya islam liberal tidak menggunakan kekerasan fisik dan klaim kebenaran tunggal.

Gagasan-gagasan yang diusung oleh islam liberal sebagaimana yang terbaca dalam manifesto jaringan islam liberal dan berbagai proyek intelektualnya sebenarnya sekadar menyegarkan kembali paham islam: pengemasan ide-ide lama dengan gaya provokatif.

Sebuah produk pemikiran tak bisa lepas dari basis sosiohistorispolitiknya, tidak ada pemikiran yang lahir dari ruang hampa. Berbagai tantangan dan persoalan merupakan dua faktor penting mengapa sebuah pemikiran dan gerakan harus dilahirkan. Pada akhirnya pemikiran merupakan cerminan suatu budaya dan kepentingan.

C. OTORITARIANISME AGAMA

Otoritarianisme Agama atau bisa disebut dengan kekerasan atas nama agama, banyak kasus yang terjadi di negeri ini. Yang paling mutakhir adalah hujatan terhadap kelompok lia“eden” aminudin dengan dalih penghujatan terhadap agama, tak kalah hebohnya kekerasan yang menimpa jamaah Ahmadiyah yang dilakukan oleh kelompok muslim yan menyandarkan pada fatwa MUI dan baru-baru ini aliansi kerukunan untuk kebebasan beragama dan berkeyakinan mengalami hal yang serupa. Fatwa yang menyatakan dengan tegas, Ahmadiyah sebagi aliran yang sesat dan menyesatkan. Fatwa MUI juga mengahramkan atas paham pluralisme, liberalisme dan sekularisme.

Ketiga kasus tersebut diatas merupakan sebagian contoh kasus pelanggaran kasus atas hak asasi manusia untuk bebas beragama dan berkepercayaan. Hak beragama meliputi kebebasan dan menganut agama tertentu. Sedangkan hak berkepercayaan meliputi pandangan hidup (life stance) individu/ kelompok untuk tidak beragama(nonreligius conterparts )dan pandangan individu/ kelompok sekuler (secular counterparts).

Otoritarianime Agama oleh MUI memiliki dampak buruk dalam pemenuhan hak kebebasan beragama dan berkepercayaan. Terhadap Ahmadiyah yang masih beratapkan islam saja MUI melakukan diskriminasi dan pelecehan. Apalagi terhadap agama lain. Dikhawatirkan suatu hari nanti, MUI juga akan mengeluarkan fatwa untuk”mengenyahkan” hak beragama bagi non-Muslim. Sedangkan pengharaman terhadap liberalisme, pluralisme dan sekularisme merupakan bentuk penafi’an terhadap kebebasan individu/kelompok untuk memilih dan menganut untuk tidak beragama atau memilih pandangan hidup untuk hidup sekuler,liberal dan plural.

D.PENUTUP

Islam liberal yang mengusung gerakan intekektualis dengan memproduksi berbagai wacana walaupun masih terlihat fragmatis dan patah-patah akan tetapai merupakan caunter terhadap gerakan-gerakan yang fundamen yang mengusung kebenaran tunggal. Sedangkan otoritarianisme merupakan tindakan yang timbul karena menganut kebenaran tunggal ironisnya tindakan ini dilakukan oleh MUI setelah menegeluarkan fatwanya yan mengangagp bahwa aliran tersebut sesat, karena tidak sesuai ajaran yang ditetapkan MUI..

Kebebasan beragama dan kebebasan berpikir adalah dua hak fundamental yang dimiliki manusia secara inheren dan dua hak itu mempunyai hubungan yang erat,apalagi di indonesia telah diatur dalam pasal 29 UUD 1945 yang merupakn konsensus bersama, sedangkan fatwa yang dikeluarkan oleh MUI merupakan konsensus para ulama yang tidak mewakili rakyat negeri ini. Menilai apakah seseorang itu beriman atau tidak bukan lah wewenang manusia tetatpi merupakan hak prerogatif ALLAH SWT.

Kedua hal tersebut merupakan tantangan sendiri bagi negeri ini, karena gerakan kontra itu lahir disebuah negeri yang plural yang hadir dengan beragam corak budaya dan kepercayaan.

Sabtu, 31 Mei 2008

Pendidikan Dalam Perjalanan Waktu

Ketika orang berbicara masalah pendidikan maka yang terpikir adalah masalah teory pendidikan itu sendiri, methodenya, administratisinya, atau problem-problem didalamnya. Hal tersebut tentunya menjadi porsi para ahli dibidangnya. Sebagai orang awam yang bisanya sekedar mengamati, ingin mencoba menelusuri perjalanan sejarah panjang dari pendidikan itu sendiri, baik secara formal atau non formal.

Telah dipahami oleh para pendidik bahwa misi pendidikan adalah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu yang dimaksud antara lain: pengetahuan, tradisi, dan nilai-nilai budaya (keberadaban). Secara umum penularan ilmu tersebut telah di emban oleh orang-orang yang terbeban (concern) terhadap generasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang punya visi kedepan, yaitu menjadikan generasi yang lebih baik dan beradab. Peradaban kuno mencatat methode penyampaian ajaran lewat tembang dan kidung, puisi ataupun juga cerita sederhana yang biasanya tentang kepahlawanan.

Maka tidak heran bila pada awal pendidikan digeluti oleh tokoh-tokoh agama. Seperti yang terjadi di Mesir kuno (sejak abad 30 SM ), atau jauh sebelumnya di Sumeria (Iraq utara dimana disana cerita taman Eden bermula). Sumber ilmu pengetahuan mereka adalah dari ajaran turun temurun seperti yang termuat dalam kitab Taurat, kitab Talmud, dan kitab-kitab kuno lainnya. Di India tepatnya di lembah Indus, pendeta Hindu lewat kitab Veda-nya (1200 SM) mengajarkannya kepada generasi penerus isi kitab-kitab tersebut. Budha (483 SM) juga banyak memperbaharui kondisi sebelumya, dan yang kemudian ajaran Budha menyebar kedaerah China. Namun sebelumnya Cina mencatat pengaruh dari Confucius, Laozi (Lao-Tzu), dan filusuf lainnya (770-256 SM). Dibelahan Eropa cikal bakal pendidikan lewat pemikir-pemikir yang sangat kental dipengaruhi kepercayaan Yunani kuno melalui cerita-cerita semacam Iliad, Odyssey dll (sekitar abad 8 SM). Namun sejak jamannya Socrates, Plato, Aristoteles, Isocrates, dan bolo-bolonya, ada perubahan mendasar dalam konsep pendidikan.

Socrates (400 SM) menekankan prinsip-prinsip universal dalam pengajarannya melalui kebenaran, keindahan, dan kebaikan secara umum, dan diajarkan melibatkan kesadaran anak didiknya. Plato sebagai murid Socrates melanjutkan prinsip ini dan juga menjadi orang pertama mendirikan sekolahan secara institusional (Academy). Plato juga tokoh matematika fanatik, sampai-sampai menulis kalimat ‘Let no one ignorant of mathemathics enter here’ dipintu gerbang sekolahannya. Aristoteles sebagai murid Plato mengembangkan prinsip rasional dimana hal ini adalah penting dalam pendidikan. Melalui prinsip ini manusia bisa melihat phenomena alam dan memahami hukum-hukum alam. Alasan lain adalah untuk dapat menangkis pendapat para ekstremis yang cenderung tidak rasional.

Secara institusional Yunani (tepatnya Yunani utara) bisa dibilang lebih maju berpikir. Karena menjadikan pendidikan sarana untuk mempersiapkan generasi muda menjadi calon pemimpin dibidang pemerintahan atau masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut mereka menekankan pengajaran dibidang seni, beberapa cabang filsafat, pertanian, pengembangan creativitas dan juga kesegaran jasmani. Walaupun kemudian ada pergeseran arah dikemudian hari, Plutarach lebih melihat bahwa pendidikan bagi orang dewasa adalah lebih penting dari pada anak-anak. Isocrates meletakkan dasar prinsip-prinsip kepemimpinan, yang kemudian ajarannya sangat mempengaruhi pendidikan di Romawi.

Lain lagi dengan apa yang dilakukan orang Romawi abad pertama, mereka lebih mementingkan keorganisasian. Sehingga pelajaran pidato, penguasaan masa, pengembangan kebribadian dianggap paling penting pada jaman itu. Mulailah pelajaran bahasa menjadi popular bersamaan dengan system organisasi yang lebih baik, keteknikan lebih maju. Arus informasi tentunya lebih maju dengan baiknya pengorganisasian. Quintilian patut dicatat sebagai pendidik yang mulai melihat perlunya pemilahan pendidikan berdasarkan perkembangan mental muridnya. Methode yang diterapkan di Romawi ternyata cukup baik bagi upaya Romawi menjadi penguasa tunggal saat itu. Pendidikan dijadikan alat kekuasaan dan memperlebar daerah kekuasaan.

Faktor keagamaan semakin berperan dalam perjalanan pendidikan terutama sebelum abad sepuluh dan setelah runtuhnya kekuasaan Romawi. Terutama sekali di belahan barat dimana bengaruh Yahudi dan Kristen (khususnya Roman Katolic) cukup besar. Pendidikan dilakukan dibiara-biara dan diajarkan oleh monk (pendeta yang mengkususkan dalam pelayanan terhadap sesama). Namun tidak dipungkiri pula dalam perjalanannya peran agama seolah membodohi masyarakat saat mana agama dipakai penguasa sebagai alat mempertahankan kekuasaannya.

Diabad 5, dimana mulai dibuat texbook untuk masing-masing pengetahuan dalam satu koleksi (yang dikenal dengan seven liberal art), pendidikan masih sekitar itu-itu saja tanpa mengalami perubahan berarti. Walaupun kelembagaan pendidikan lumayan berkembang bersamaan pengabaran agama itu sendiri. Barangkali Raja Alfred (England abad 9) termasuk orang yang sangat peduli dibidang pendidikan, dengan mendorong berdirinya banyak biara-biara (sekolahan dulu dilakukan dibiara) dan pembikinan kurikulum yang lebih mapan. Ini juga terjadi di Itali (Salerno), Jerman, di Spanyol, England (Oxford College – 1249), Paris (Sorbone-1253). Dan tentunya ditimur juga serius mengelola sekolahan. Seperti dicatat Al-Azhar University didirikan ditahun 970, disamping Al-Qarawiyin di Maroco (859). Pada abad pertengahan ini banyak terjadi saling tukar informasi pola barat dan timur, yang tentunya saling menguntungkan. Dimana hal ini juga menjadi factor utama munculnya faham humanisme dan renaissance (kelahiran kembali).

Pada jaman selanjutnya (abad 13-15) terjadi perubahan yang yang sangat mendasar, pendidikan lebih melihat pada pentingnya humanisme dari pada masalah keagamaan, atau pengetahuan faham Yunani ataupun masalah Latin klasik Kemudian hari faham ini menjadi awal terbentuknya sekularisasi. Gerakan kelahiran kembali ini dimulai dari arah Itali yang kemudian begitu cepat menyebar di belahan Eropa. Ditandai dengan perubahan-perubahan mendasar dibidang seni arsitektur dan literature. Desiderius Erasmus patut dicatat sebagai tokoh yang melihat bahwa pengajaran secara liberal adalah pilihan yang tepat, memahami maksud suatu literature adalah lebih berguna dari pada menghafal. Maka mulailah pelajaran sejarah, perbintangan, mythology, arkeologi, scripture, diajarkan bukan untuk dihafal.

Ditemukannya alat cetak (Johanes Gutenberg) di abad 15 juga menjadi pendorong perubahan dibidang pendidikan. Hal lain yang sangat baik diabad ini adalah adanya perhatian terhadap hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan secara formal di sekolah umum. Ditahun 1640, di London tercatat 80% wanita adalah buta huruf.

Bagaikan bola salju yang menggelinding Renaissance membawa angin perubahan dibidang agama, dengan terjadinya reformasi agama (Kristen) oleh John Calvin, Martin Luther dan Huldreich Zwingli diawal abad 16. Tentunya hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap perubahan pendidikan jaman itu pula. Dimana kekuasaan sentralisasi Roman Katolik tidak lagi membelenggu sektor pendidikan. Terutama sekali masalah bahasa, dan kebebasan untuk melihat sesuatu yang sebelumnya dianggap sakral. England misalnya, mulai memakai bahasa inggris untuk pengantar pengajaran. Baru pendidikan bahasa latin dan Yunani diajarkan di tingkat dua (Grammar Shoool di England, Gymnasium di Jerman). Gerakan reformasi juga telah mendorong peran keluarga dalam membentuk generasi, dimana orang tua didorong untuk mengajarkan ajaran agama dan tidak tergantung pada pemimpin agama. Martin Luther juga mendorong terjadinya produktivitas berpikir, mengajak keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan dan pemerintah saling bahu membahu menggulirkan reformasi disegala bidang (terutama agama dan pendidikan). Karena pada dasarnya agama adalah untuk kepentingan manusianya itu sendiri, bukan sebaliknya. Melanchthon teman Luther di Jerman dengan keras menekankan peran pemerintah sebagai penanggung-jawab masalah pendidikan bagi warganya (sebelumnya pendidikan banyak ditangani oleh badan keagamaan).

Namun demikian bukan berarti pihak Roman Katholik tidak mengambil inisiatip atas terjadinya angin perubahan jaman. St. Ignatius of Loyola menanggapi perubahan dengan cukup bijak, walaupun tentunya bermaksud untuk mengimbangi gerakan kaum reformis saat itu.

Pendidikan yang dinamis telah menghantarkan masyarakat dari tahap agraris menuju tahap industrialis. Dimana diabad 17 ilmu pengetahuan science menjadi perhatian umat. Royal society di London menjadi pelopor bagaimana mengembangkan basic ilmu pengetahuan natural. Barangkali Christ’s Hospital (di London) adalah sekolahan yang mengajarkan bidang science dengan memberi gelar menurut bidangnya untuk pertamakalinya. Francis Bacon adalah filosuf Inggris yang mengetengahkan pentingya pola pikir inductive. Dia mendorong murid untuk mengamati, meneliti, menguji, berdasarkan apasaja yang dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan termasuk didalamnya adalah panca indera dan akal-budi, dan yang kemudian baru membuat kesimpulan.

Abad 17 juga ditandai dengan banyaknya pemikir masalah pendidikan dibanyak negara di Eropa. Misal Wolfgan Ratke dengan metode pengajaran di bidang bahasa, Rene Descrates dengan penekanan pentingnya logika dalam berpikir, John Locke melihat pentingnya kurikulum dan metode pengajaran. John Locke beranggapan lebih baik melihat objek secara langsung daripada hanya lewat buku, missal lewat rekreasi keluar bersama, kesawah, kesungai dan diskusi disana. Adalah lebih baik makan durian dari pada mendengar enaknya buah durian. Hal ini dimaksud untuk melatih daya kritis, analisis dengan menggunakan logika yang teratur guna memperkuat akalbudinya. Karana pada dasarnya manusia ketika lahir adalah bagaikan tabula rasa. St. John Babtist de la Salle dengan seminarinya, adalah termasuk pioneer dalam mempersiapkan tenaga pengajar dengan cara yang sistimatis. Ide tersebut mengilhami Comenius untuk mengajarkan sesuatu yang konret dari pada yang verbal. August Franke seorang pendeta Lutheran (masih abad 17) memantapkan dasar-dasar teacher training, pendidikan orang dewasa, modernisasi kurikulum dan jaringan sekolahan.

Pembaharuan pendidikan merambah ke daratan Afrika, Amerika, dll, bersama dengan perubahan jaman (kolonialisme dan penjajahan).

Disamping masih terus terjadinya pembaharuan konsep, seperti Jean-Jacques Rousseau (1762) merombak konsep, bahwa anak-anak bukanlah miniatur orang dewasa. Anak-anak harus diberlakukan sebagaimana anak-anak sesuai perkembangan jiwanya. Atau tepatnya dikatakan oleh muridnya (Johann Basedow), semuanya harus kembali secara alami (jangan dikarbit biar cepat matang tapi cepat busuk pula). Mengajar anak harus juga menggunakan perasaan (memangnya anak sebagai kelinci percobaan).

Reformasi juga terjadi di belahan Amerika (1775-1783), Benjamin Franklin termasuk tokok perubahan pendidikan. Thomas Jefferson sebagai presiden yang ketiga sangat memperhatikan masalah pendidikan ini, dia beranggapan untuk membentuk masyarakat yang demokratik harus dimulai dari pendidikan. Jaman tersebut disebutkan sebagai jaman serba beralasan, karena reason adalah dasar mengungkap sesuatu yang terselubung.

Agaknya konsep Johann Pestalozzi (1746-1827) yang agak mirip dengan Rousseau patut diingat. Dimana prinsip pengajaran anak selain kembali pada perkembangan natural, menekankan pada hal yang lebih konkret, melihat hal yang dekat dahulu (keseharian), memulai yang sederhana dahulu, juga memberikan dasar bahwa sesuatu yang besar adalah kumpulan yang kecil-kecil. Atau boleh dikatakan pelajaran yang komplek sebenarnya hanyalah pelajaran yang sederhana ditambah sedikit dan yang sederhana lainnya. Untuk mengaktualisasikan hal ini dia menggunakan prinsip keseimbangan perkembangan 3 H (head, heart, dan hand).

Sedikit bergeser keabad 19, bapak kindergarten (Friedrich Froebel), meletakkan dasar pentingnya keseimbangan psikologi dan filosofi didalam pendidikan science. Dia merasa fahamnya Pestalozzi mengesampingkan factor filosofi dimana pada dasarnya anak memiliki daya pengajaran terhadap dirinya sendiri. Dia yakin bahwa anak mempunyai cahaya pencerahan bagi dirinya sendiri yang sifatnya spiritual (anak berusaha menghindari kesalahan yang sama, jadi tidak perlu setiap hari diberi tahu bahwa api itu panas). Oleh karena itu di sekolahannya (kindergarten) disamping memberi pelajaran sesuai konsepnya Pestalozzi, dia membebaskan dan merangsang anak untuk berkreasi dengan apa yang ada di sekitarnya (missal air, pasir, tanah liat, alat gambar dll). Rudolf Steiner (di Sturtgart) menyambut gagasan ini, dia sebagai seorang mistikus sekaligus filosof percaya bahwa pendidikan harus menyeimbangkan perkembangan anak secara utuh (tidak sekedar inteletualnya saja). Barangkali ini juga mendasari pemberian kebebasan anak untuk memilih ajaran agamanya dikemudian hari.

Mungkin sebagai gambaran emansipasi wanita saat itu, Elizabeth Garrett Anderson (1836-1917) patut dicatat sebagai wanita pertama meraih gelar doctor).

Herbert Spencer seorang yang terpengaruh oleh teory Darwin. Dimana dijaman industrialis saat itu, untuk menyiapkan murid yang berdaya saing kuat dan mudah beradaptasi maka pelajaran science dan pelajaran pendukungnya adalah mutlak terpenting. Atau dengan kata lain membekali murid dengan antisipasi kedepan adalah lebih penting dari pada melihat kebutuhan saat itu saja.

Pada abad 19 ini juga mulai terpikir adanya sistim pendidikan secara nasional, yang berarti ada pelajaran-pelajaran wajib untuk pelajaran yang bersifat umum. Mulailah berkembangnya sekolahan-sekolahan modern yang lebih liberal. Nampaknya Jepang juga mulai melepas dari pengasingan diri, untuk melirik cara-cara barat (reformasi budaya bukan berarti menabut akar budaya). Demikian juga Amerika Latin, tak ketinggalan pula para penjajah mulai berpikir ulang untuk menyebarkan pengetahuannya (walaupun cenderung masih bermaksud menghisap).

Diawal abad 20 Ellen Key menjadi terkenal ketika dia melontarkan gagasannya, bahwa pengajaran harus didasarkan pada kebutuhan pokok dan kemampuan murid daripada pertimbangan kebutuhan social, keinginan orang tua apalagi keinginan keorganisasian agama. John Dewey setuju, bahwa interest anak yang berbeda harus dilayani dengan cara berbeda. Maka pendidikan ketrampilan menurut bakat dan kemampuan anak menjadi penting. Karena itu perlu pengelompokan berdasarkan bakat dan keinginan (kejuruan dan ketrampilan). Ini pula yang dikembangkan oleh Maria Montessori (1907). Dia sangat berjasa dalam sumbangannya terutama untuk pendidikan dasar (yang saat ini masih sering jadi bahan acuan). Namun dibeberapa negara teori ini tidak bisa diterapkan, karena kebutuhan negara adalah lebih penting dari pada kebutuhan anak.

Diabad 20 tersebut juga sangat dipengaruhi oleh pendapat Jean Piaget yang mengamati adanya perkembangan kemampuan verbal dan berpikir lewat pengenalan dan kemampuan pembentukan konsep bagi anak, yang ternyata berbeda-beda. Maka system pendidikan perlu disesuaikannya. Dia menggolongkan perkembangan anak dalam empat tahapan. Dimana tiap tahapan harus dilalui secara natural. Sumbangan Binet dan Simon (1905) cukup penting dalam penanganan anak yang berbeda IQ. Anak yang IQ-nya 80 tidak selayaknya disejajarkan penilaiannya dengan anak yang ber IQ tinggi. Hal itu akan merusak perkembangan mental anak. Mungkin barangkali ini mendasari mengapa pada tahap pendidikan dasar metode penilaian cukup lewat laporan kemajuan anak, supaya anak tidak merasa rendah diri.

Pendidikan menjadi industri nasional, maka perlu ditata ulang dengan peraturan-peraturan nasional pula. Apalagi di Inggris ditahun 1889 sudah berdiri badan perlindungan anak (NSPCC), dimana menganjurkan anak dibawah 10 tahun harus mendapatkan pendidikan. Penataan di Inggris missal di tahun 1944 menerapkan tiga tahapan pendidikan yaitu pendidikan dasar, kedua dan pendidikan atas (higher education). Di Inggris peraturan telah mengelami beberapa perubahan sesuai perkembangan jaman, dan teori dari pendidikan itu sendiri yang berkembang. Termasuk didirikannya Universitas terbuka untuk pertamakalinya (1969) perlu ditata secara nasional.

Pengaruh suasana politik saat itu tidak bisa diabaikan. Missal di Rusia dengan partai komunisnya yang bersatu dibawah Joshep Stalin 1920 walaupun kemudian di tahun 1990 terjadi berubahan baru dibawah Michail Gorbachev. Dibelahan Eropa dengan perang dunianya, dan juga runtuhnya tembok Berlin (1989) ikut merubah system pendidikan.

Bahkan secara luas telah menjadi perhatian PBB lewat UNESCO-nya. Target utama saat itu adalah pemberantasan buta huruf dinegara-negara sedang berkembang termasuk didalamnya Indonesia.

Menengok kedalam negeri sekolah pendidikan dasar telah diperkenalkan oleh Belanda. Sekolah yang tadinya hanya untuk kalangan keturunan belanda, dengan etische politiek (kepotangan budi) di negara jajahan belanda (1870) mulai membuka sekolahan bagi kaum bumi putera (SR). Hal tersebut nampaknya juga akibat pengaruh faham humanisme dan kelahiran baru yang melanda negeri Belanda. Program utamannya saat itu mungkin hanya untuk kepentingan Belanda juga (untuk meningkatkan produktivitas ditanah jajahannya). Untuk Perguruan tinggi dimulai dengan berdirinya sekolah-sekolah kejuruan. Misal STOVIA(1902) yang kemudia berubah jadi NIAS(1913) dan GHS adalah cikal bakal dari fakultas kedokterannya UI. Lalu juga Rechts School (1922) dan Rechthoogen School (1924) kemudian melebur jadi fakultas hukumnya UI. Juga disusul beberapa fakultas lainya. Di Bandung dimana bung Karno sekolah juga berasal dari sekolah teknik THS (1920) dan di Bogor dibuat juga sekolah perkebunan (1941) adalah cikal bakal IPB sekarang.

Bila kemudian didirikan UI (1950) atau UGM (1945) adalah leburan dari yang sudah ada dan kemudian ditambahkan fakultas lainnya. Perlu dicatat pula universitas tua lainnya seperti ITB (1959), IPB (1963), Unair (1963), dan universitas swasta tertua kita adalah UII (1948). Barangkali bisa dimaklumi bahwa pendidikan di Indonesia masih sangat muda dibanding pendidikannya Plato.

Walaupun sebenarnya sejak jamannya pangeran Aji Saka (abad 3) telah diperkenalkan huruf jawa dengan mencontoh huruf di India selatan, jadi pemerintahan Jawa Dwipa sudah mengenal pendidikan. Demikian pula abad 5 pendeta Budha memperkenalkan ajarannya (tentunya mengandung unsur pendidikan. Berdirinya Borobudur boleh di anggap sebagai parameter tingginya ilmu arsitektur (diabad 8) oleh Raja Sailendra Samaratungga. Dicatat pula Candi Prambanan (Hindu) yang elok itu dibangun di abad 9 jamannya raja Sanjaya. Raja agung Airlangga (1019) boleh dianggap raja paling toleran dan melindungi umat berbeda agama (hal ini tentunya tidak terjadi sebelumnya). Tidak kurang di Indonesia juga ada ahli filosuf atau mungkin sebagai nabinya wong jowo yaitu Raja Joyoboyo (1157), siapa yang tak kenal dengan primbonnya Joyo boyo. Namun sayang selama perjalanan sejarah bangsa Indonesia selalu disertai dengan perang saudara (jauh sebelum Belanda datang, sudah cakar-cakaran, jangan hanya Belanda yang disalahkan sebagai provokator dengan politik adu kambinya, ternyata bakat ini belum hilang sampai sekarang). Bahkan Patih Gadjah Mada yang dianggap pemersatupun (dengan sumpahnya yang sakti) adalah hanya untuk penguasaan dan menunjukkan kehebatan Majapahit. Tentu ini juga berpengaruh pada pendidikan secara umum, dan sebaliknya bisa jadi pendidikan ikut mempengaruhinya. Menengok perjalanan sejarah bangsa Indonesia perlu dibahas tersendiri.

Gambaran sejarah pendidikan di Indonesia saat ini bisa dialami bersama. Dari gambaran diatas ternyata masalah pendidikan bukan sekedar tergantung pada teory dan ilmu pendidikan itu saja, tapi juga iklim social budaya dan politik ikut berperan. Namun bukan alasan untuk tidak memperbaharui kehidupan melalui pembaharuan konsep pendidikan itu sendiri. Jadi reformasi pendidikan adalah mutlak perlu dilakukan terus menerus sesuai perubahan pemahaman umat akan kehidupan itu sendiri. Dimana Peter Drucker melihat pergeseran kebutuhan manusia, dari ekonomi yang berbasiskan benda tak bergerak dan jasa menuju ekonomi berbasiskan ilmu pengetahuan, perlu di renungkan. Lebih jauh Drucker mengemukakan bahwa tahapan agraris, industri dan kini informasi adalah tidak lama lagi tergeser pada era inovasi. Apa itu inovasi dan persyaratannya adalah bahan pekerjaan rumah bersama. Bila generasi kita saat ini setress gara-gara tidak tahu bahasa jawanya anak kerbau, atau hafalan lainya. Jangan disalahkan bila kemudian hari negara Indonesia menjadi negara terbelakang yang menunggu petunjuk, menunggu pemerintahannya waras, menunggu dan menunggu. Namun untung ada film anak-anak pokemon, digimon, tweenies, bob builder dan sejenisnya yang barangkali jadi hiburan anak sekaligus menjadi sarana berfantasi sambil berinovasi, dari pada ngerjakan PR paket pendidikan yang sarat dengan indokrinasi hukum-hukum matematika dan hukum lainnya yang harus dipatuhi tanpa syarat demi memumuaskan harapan bapak dan ibu (memang jamannya sudah terbalik anak berkorban buat orang tua dan guru, rakyat berkorban buat pak Bos).

Hidup reformasi pendidikan Indonesia.

Tuhan aku lapar

Seharian aku berjalan menyusuri jalan yang panas di bawah terik mentari dan berdebu sambil berangan-angan mendapatkan sesuap nasi dan segelas air walupun hanya segelas air putih tak masalah yang penting dapat membasahi kerongkongan ku yang kering hingga untuk menelan ludah sendiri saja sulit,” mengapa orang –orang memicingkan aku”gumamku “aku memang pengamen yang berpakaian kumal hingga orang pun tak memandangku”

Dengan gitar dipundakku aku berjalan menuruti kemana langkahku akan berhenti, tak seorangpun yang mau menyapaku “ tak ada orang yang menawariku segelas air” hmm lagi-lagi aku mengeluh, mengapa aku seperti ini TUHAN tak layakkah aku hidup seperti yang lain, mau makan tinggal ambil, mau minum, aku tinggal menuangkan dalam gelas,tidak harus susah payah, hanya untuk makan dan minum saja akua harus menggendong gitar di pundakku. “ya gitar yang sudah lapuk dan pinggirnya sudah digrigiti rayap, sedangkan senarnya harus distam tiap habis dipakai ngamen”mau cari kerja yang lebih baik aku ini siapa?aku hanya seorang yang sekolah dasar saja tidak kelar,bahkan waktu aku kecil dimana teman-temanku bermain di tanah lapang aku harus mengambil batu dari kali untuk dijual sekedar untuk makan saja” kini 20 tahun sudah aku arungi hidup ini tanpa kesenangan sekalipun.

Kuhirup napas dalam-dalam mungkin ini sudah jalan hidupku dan aku harus terima sebagaita kdirku

Kulihat ada pohon rindang diujung lapangan kusandarkan tubuhku yang gerah bermandikan peluh dibawah pohon itu kuletakkan gitar tua ku di samping tubuhku

“ andai aku jadi orang kaya tak usah ngamen”kuajak bicara gitar tuaku

“ia pun tak menjawab dan seolah –olah meledekku,karena gitarku pun tak pernah kurawat”

Tak sekian lama, tiba-tiba mataku mengantuk dan akupun tidur dibawah pohon rindang diujung lapangan.

tak berapa lama aku sudah berada dalam istana yang besar yang megah yang tak pernah aku temui sebelumnya

“ besar nian rumah ini,aku berada dimana?”heranku

“ sungguh indah rumah ini, lantainya saja terbuat dari batu pualam yang harganya pastimilyaran nih” tak henti sampai disitu saja heranku, aku di kejutkan lagi dengan adanya bermacam jenis makanan yang ada di atas meja makan “wow, pasti yang punya rumah adalah orang yang kaya”diam-diam air liurku menetes dan “krucuk-krucuk”perutku mulai rewel.

Aku langsung menuju meja makan yang penuh dengan bermacam-macam makanan dan minuman

“santap habis” aku bagai raja di raja saat itu, semua makanan aku santap tanpa sisa”kenyang-kenyang sampai aku tak bisa berdiri”

“aduh ada sisa makanan yang nyangkut dimulutku”aku ambil segelas air putih lalu aku minum.

Karena tergesa-gesa air itu membasahi bajuku, saat itu jua aku terbangun dengan baju yang sudah basah kuyub.

“akupun tersentak kaget ternyata turun hujan” gumamku ,kenapa tidajk ada yang membangunkanku

Malam itu langit tampak tak bersahabat “ gelap gelegar halilintar menyambar seolah membidik aku yang sendirian”

“kuraba-raba tempat aku meletakkan gitarku”

“dimana gitarku?”kuraba-raba “gak ada, sialaan,siapa pula yang mau mengambilgitar tua ku?’

Lengkap sudah penderitaan ku

Dari pagi belum terisis perut ini, e malah satu-satunya alat untuk mencari makan lari entah kemana?

Sungguh sial nasib hidupku ini.

Udara makin dingin bak di dalam es, ku peluk erat tubuhku sendiri untuk mengusir rasa dingin .

Tanpa perut terisii sejak dari tadi pagi, ini pasti akan menjadi malam yang bterpanjang yang aku alami.

Hujan seolah-olah dimuntahkan dari mulut langit yang luas, tak mau berhenti bahkan semakin menjadi-jdi

Ku eratkan tangan kananku dibawah ketiak kiriku begitu sebaliknya sekedar mengusir dingin ini.

Akan tetapi perut ini trus berbunyi tiada henti seperti orchestra dangdut, sahut menyahut.

“apa yang haurs aku lakukan” pikirku

“eh perut mengapa kau tak diam”

“ingin rasanya aku mengetuk pintu salah satu penduduk dikota ini ,tapi apakah mereka mau perduli dengan seorang gembel seperti ini”

“ belum lagi aku ketuk, pasti aku sudah diusir si cecunguk yang jaga pagar”

“ itu pun mending, kalau aku diteriaki maling” pasti mati aku dihajrnya” pikirku

Tapi perut ini tak mau mengerti keadaan ku” perut-perut tetaplah perut yang lapar harus diisi bila kosong blong.

Tanpa terasa mala semakin larut udara, bersembunyi dibawah ketiak pun tak mampu untuk mengusir dinginnya udara.

“ oh TUHAN apakah aku harus mati hanya perut belum diisi”

“ dimana pimpinan negara ini yang membiarkan rakyatnya mati karean lapar”

“oh TUHAN aku lapar” pintaku padaNYA

Akan tetpi TUHAN pun seolah tidak mau tahu,seolah IA sibuk dengan malaikatnya.

TUHAN pun tak mau mgurusi si pengamen ini.

“ dinginnya udara telah berlalu bersamaan dengan terpejamnya mataku

Gelap gelap dan semakin gelap apakah aku mati,tapi tidak mungkin.

Mentari pagi selah malu menampakkan panasnya.

Tapi tubuhku melayang-layang diudara, aku melihat sesosok tubuh yabg telah dikerumuni orang banyak.

Ingin rasanya aku mengintip tubuh siapa yang tergeleak di emperan supermarket. Tapi tubuhku semakin membumbung tinggi tinggi dan semakin tinggi sampai-sampai orang yang di bawahku kelihatan kecil bagia semut-semut kecil yang menggigitku tadi siang.

Tapi samar-samar aku mendengar orang-orang dibawahku menyebut-nyebut orang yang berada di emperan supermarket itu adalah pengamen yang tadi siang tidur di bawah pohon rindang di ujung lapangan.

Seoalh tak percaya, itu aku yang mereka sebut

Karean aku tadi yang tidur di bawah pohon rindang di ujung lapangan.

“ aku telah mati………………..”

“ aku telah mati …………………”

Teriakku tapi tak ada yang dengar.

“ ya aku telah mati hanya karena perut tak terisi”

Tragis ya memang tragis

Sungguh

“ terimalah aku tuhan”

Nur Rokhim

11 juni 2007 dalm lindungan NYA